Apa saja paradoks terbesar dari kebebasan?
Apa saja paradoks terbesar dari kebebasan?
Saya pernah membaca sebuah cerita berjudul “The Secretary Problem” dalam sebuah buku mengenai computer science.
Jadi the secretary problem ceritanya seperti ini:
Kamu sedang mencari seorang sekretaris dan ada sejumlah kandidat yang harus diwawancarai satu per satu secara acak. Setelah setiap wawancara, kamu harus segera memutuskan untuk menerima si kandidat atau tidak.
Jika kamu menolak si kandidat, maka kamu akan diberikan kandidat selanjutnya tapi kamu tidak boleh lagi kembali ke kandidat sebelumnya.
Tujuannya adalah memilih kandidat terbaik untuk menjadi sekretaris.
Cara penyelesain masalah ini menurut buku tersebut adalah dengan:
kamu mewawancarai sebagian dari kandidat, tanpa mempekerjakan siapa pun. Ini adalah fase pengamatan di mana kamu hanya mengumpulkan informasi tentang seberapa baik kandidat tersebut.
Setelah fase pengamatan ini selesai, kamu mulai mempertimbangkan sisa kandidat yang belum diwawancarai. Kamu kemudian mempekerjakan kandidat pertama yang lebih baik daripada semua kandidat yang telah kamu wawancarai sebelumnya.
Informasi atau data dari beberapa kandidat yang sudah diwawancara ini kemudian dibandingkan dengan seorang kandidat untuk mengetahui apakah kandidat tersebut lebih baik dengan kandidat yang sudah kita wawancara.
Lalu apa hubungannya dengan kebebasan dan paradoksnya?
Dalam cerita diatas, kita diberikan kebebasan untuk memilih sekretaris selanjutnya jika kita tidak suka dengan seorang kandidat.
Tapi kebebasan ini justru akan membuat kita bingung. Kenapa?
Karena terlalu banyak pilihan dan bebas memilih justru membuat kita ragu dalam mengambil keputusan.
Ini kemudian disebut dengan paradox of choice, dimana semakin banyak pilihan yang kita miliki dan semakin bebas kita memilih, justru semakin sulit untuk kita mengambil keputusan.
Ketika kita terus-menerus dihadapkan dengan pilihan baru, kita mungkin selalu merasa bahwa ada kandidat yang lebih baik yang belum kita temui, sehingga kita terus menunda keputusan dan akhirnya bisa kehilangan kesempatan untuk memilih kandidat terbaik yang sebenarnya sudah kita temui.
Paradox of choice ini dibuktikan juga dalam penelitian mengenai dokter dan pasiennya.
Diceritakan seorang dokter untuk melihat catatan medis seorang pasien yang mengalami sakit pinggul. Sebelumnya si pasien sudah diberikan berbagai obat untuk mengatasi rasa sakitnya, namun semuanya tidak efektif.
Dokter kemudian mempertimbangkan untuk melakukan operasi saja. Tapi operasi ini membutuhkan prosedur yang panjang dan juga belum pasti menyembuhkan si pasien.
Lalu kemudian sang dokter diinfokan mengenai sebuah obat baru yang belum pernah dicoba si pasien. Dokter kemudian dilema antara operasi atau mencoba obat tersebut.
Ini adalah sebuah penelitian yang dilakukan oleh seorang psikolog dan melibatkan sejumlah dokter.
Lalu bagaimana hasilnya?
47% dokter memilih untuk mencoba obat baru, dengan harapan bisa menyelamatkan pasien dari operasi.
Namun situasi dipersulit lagi. Kali ini beberapa dokter diberikan satu tambahan pilihan. Ada satu obat baru lagi yang belum dicoba. Jadi pilihannya yang awalnya antara
Operasi dan sebuah obat yang belum dicoba,
Menjadi
Operasi dan dua jenis obat yang belum dicoba.
Ini seharusnya berita menggembirakan. Karena kali ini ada dua pilihan obat atau dua pilihan non bedah yang bisa dicoba.
Perlu diingat jika dokter awalnya agak ragu memilih operasi karena prosedurnya panjang dan juga belum pasti menyembuhkan si pasien.
Namun justru hal yang aneh terjadi. Hanya 28% dokter yang memilih salah satu dari dua obat tersebut, sedangkan mayoritas memilih operasi.
Ini menunjukkan bahwa ketika dihadapkan dengan lebih banyak pilihan, bahkan pilihan yang baik, para dokter mengalami kebingungan dan justru memilih untuk operasi, sebuah pilihan yang justru mereka hindari di awal.
Jadi kebebasan untuk memilih lebih banyak pilihan justru malah membingungkan.
Dengan demikian paradox dari kebebasan itu adalah semakin banyak pilihan yang kita miliki, semakin sulit bagi kita untuk membuat keputusan yang memuaskan. Kebebasan yang seharusnya memberi kita kendali dan kesempatan lebih baik, justru bisa membuat kita kewalahan dan berujung pada keputusan yang kurang optimal.
Kasus yang paling umum adalah kata “terserah”.
Saat kamu mengajak pasanganmu makan dan dia mengatakan terserah yang secara tidak langsung memberimu kebebasan, justru malah akan membuatmu bingung.
Ini karena kebebasan yang diberikan tanpa batasan atau petunjuk justru membuat kita kebingungan dan ragu dalam mengambil keputusan.
Saat pasanganmu mengatakan "terserah", kamu diberikan kebebasan tapi juga dihadapkan pada terlalu banyak pilihan yang bisa membuatmu merasa kewalahan dan tidak tahu harus mulai dari mana.
Inilah kenapa kata terserah lebih sering berkonotasi negatif.
Referensi
How to Change: The Science of Getting from Where You Are to Where You Want to Be: Milkman, Katy, Duckworth, Angela: 9780593083758: Amazon.com: Books
https://www.amazon.com/How-Change-Science-Getting-Where/dp/059308375X
Amazon.com: Algorithms to Live By: The Computer Science of Human Decisions (Audible Audio Edition): Brian Christian, Tom Griffiths, Brian Christian, Brilliance Audio: Books
https://www.amazon.com/Algorithms-to-Live-By-audiobook/dp/B01D24NAL6/ref=sr_1_1?crid=29Z400PU20943&dib=eyJ2IjoiMSJ9.H9lfbshAIxRizcfH5_bVnJz5glr_HWyo_ZRxpQUbtEgdHP4dxBi33-7FA7GxeXoH2fnVNLsFq-zyy88LX9YDHZbrkEnG8bu-exbBA_sGWlHiz8UPgBIiObXz96ukxZ3e8dw4ZAM2oxwLGeNjfSVHFLznhJz4Sj0HiZ3woYJWNNDBiQ5DJ_4_RuDH2mXhjS83Gl0EZE3sLFujWDCR2w1yuyi1y4KlaIMIazYzlGkwN3E.F94YnSnZM_N_9wCs626rYjMkJUDWdz4uiAdb-qcvLPE&dib_tag=se&keywords=algorithm+to+live+by&qid=1721275884&s=books&sprefix=alogirthm+to+live+%2Cstripbooks-intl-ship%2C909&sr=1-1
Secretary problem - Wikipedia
Mathematical problem involving optimal stopping theory Graphs of probabilities of getting the best candidate (red circles) from n applications, and k / n (blue crosses) where k is the sample size The secretary problem demonstrates a scenario involving optimal stopping theory [1] [2] that is studied extensively in the fields of applied probability , statistics , and decision theory . It is also known as the marriage problem , the sultan's dowry problem , the fussy suitor problem , the googol game , and the best choice problem . Its solution is also known as the 37% rule . [3] The basic form of the problem is the following: imagine an administrator who wants to hire the best secretary out of n {\displaystyle n} rankable applicants for a position. The applicants are interviewed one by one in random order. A decision about each particular applicant is to be made immediately after the interview. Once rejected, an applicant cannot be recalled. During the interview, the administrator gains information sufficient to rank the applicant among all applicants interviewed so far, but is unaware of the quality of yet unseen applicants. The question is about the optimal strategy ( stopping rule ) to maximize the probability of selecting the best applicant. If the decision can be deferred to the end, this can be solved by the simple maximum selection algorithm of tracking the running maximum (and who achieved it), and selecting the overall maximum at the end. The difficulty is that the decision must be made immediately. The shortest rigorous proof known so far is provided by the odds algorithm . It implies that the optimal win probability is always at least 1 / e {\displaystyle 1/e} (where e is the base of the natural logarithm ), and that the latter holds even in a much greater generality. The optimal stopping rule prescribes always rejecting the first ∼ n / e {\displaystyle \sim n/e} applicants that are interviewed and then stopping at the first applicant who is better than every applicant interviewed so far (or continuing to the last applicant if this never occurs).
Kasus yang paling umum adalah kata “terserah”.
Saat kamu mengajak pasanganmu makan dan dia mengatakan terserah yang secara tidak langsung memberimu kebebasan, justru malah akan membuatmu bingung.
Ini karena kebebasan yang diberikan tanpa batasan atau petunjuk justru membuat kita kebingungan dan ragu dalam mengambil keputusan.
Saat pasanganmu mengatakan "terserah", kamu diberikan kebebasan tapi juga dihadapkan pada terlalu banyak pilihan yang bisa membuatmu merasa kewalahan dan tidak tahu harus mulai dari mana.
Inilah kenapa kata terserah lebih sering berkonotasi negatif.
Referensi
How to Change: The Science of Getting from Where You Are to Where You Want to Be: Milkman, Katy, Duckworth, Angela: 9780593083758: Amazon.com: Books
https://www.amazon.com/How-Change-Science-Getting-Where/dp/059308375X
Amazon.com: Algorithms to Live By: The Computer Science of Human Decisions (Audible Audio Edition): Brian Christian, Tom Griffiths, Brian Christian, Brilliance Audio: Books
https://www.amazon.com/Algorithms-to-Live-By-audiobook/dp/B01D24NAL6/ref=sr_1_1?crid=29Z400PU20943&dib=eyJ2IjoiMSJ9.H9lfbshAIxRizcfH5_bVnJz5glr_HWyo_ZRxpQUbtEgdHP4dxBi33-7FA7GxeXoH2fnVNLsFq-zyy88LX9YDHZbrkEnG8bu-exbBA_sGWlHiz8UPgBIiObXz96ukxZ3e8dw4ZAM2oxwLGeNjfSVHFLznhJz4Sj0HiZ3woYJWNNDBiQ5DJ_4_RuDH2mXhjS83Gl0EZE3sLFujWDCR2w1yuyi1y4KlaIMIazYzlGkwN3E.F94YnSnZM_N_9wCs626rYjMkJUDWdz4uiAdb-qcvLPE&dib_tag=se&keywords=algorithm+to+live+by&qid=1721275884&s=books&sprefix=alogirthm+to+live+%2Cstripbooks-intl-ship%2C909&sr=1-1
Secretary problem - Wikipedia
Mathematical problem involving optimal stopping theory Graphs of probabilities of getting the best candidate (red circles) from n applications, and k / n (blue crosses) where k is the sample size The secretary problem demonstrates a scenario involving optimal stopping theory [1] [2] that is studied extensively in the fields of applied probability , statistics , and decision theory . It is also known as the marriage problem , the sultan's dowry problem , the fussy suitor problem , the googol game , and the best choice problem . Its solution is also known as the 37% rule . [3] The basic form of the problem is the following: imagine an administrator who wants to hire the best secretary out of n {\displaystyle n} rankable applicants for a position. The applicants are interviewed one by one in random order. A decision about each particular applicant is to be made immediately after the interview. Once rejected, an applicant cannot be recalled. During the interview, the administrator gains information sufficient to rank the applicant among all applicants interviewed so far, but is unaware of the quality of yet unseen applicants. The question is about the optimal strategy ( stopping rule ) to maximize the probability of selecting the best applicant. If the decision can be deferred to the end, this can be solved by the simple maximum selection algorithm of tracking the running maximum (and who achieved it), and selecting the overall maximum at the end. The difficulty is that the decision must be made immediately. The shortest rigorous proof known so far is provided by the odds algorithm . It implies that the optimal win probability is always at least 1 / e {\displaystyle 1/e} (where e is the base of the natural logarithm ), and that the latter holds even in a much greater generality. The optimal stopping rule prescribes always rejecting the first ∼ n / e {\displaystyle \sim n/e} applicants that are interviewed and then stopping at the first applicant who is better than every applicant interviewed so far (or continuing to the last applicant if this never occurs).
Komentar
Posting Komentar