Bagaimana Rasanya Tidak Pernah Jatuh Cinta?

 ○Bagaimana Rasanya Tidak Pernah Jatuh Cinta?


Saya mendengarkan salah satu potongan karya Nightwish saat anak laki-laki itu mendekat, mengucapkan bahwa selera musik saya bagus. Ucapannya terdengar tulus, kalimatnya disusun seolah ia sedang mengeluarkan madu dan marzipan dari sisi mulutnya—seolah ia sedang menyenandungkan nada-nada. Saat ia mengucapkan itu, saya menahan senyuman, menggigit pipi bagian dalam untuk mencegah diri saya nampak seperti orang tolol. Namun, akhirnya saya tetap mengucapkan terima kasih dengan nada pelan.


Beberapa orang memuji tulisan saya, sisanya memuji cara saya berpakaian di momen-momen tertentu, tetapi sangat jarang ada orang yang memuji selera musik saya saat itu. Ia adalah orang pertama, dan barangkali itu adalah awal mulanya. Saya pikir, saya telah jatuh cinta.


Dalam waktu sekejap, anak laki-laki itu sekonyong-konyongnya menjadi pusat semesta saya. Saat saya menemukan presensinya, dunia seakan berbisik dalam Une Barque Sur L'Océan, alunan suara Ilene Woods dengan so this is love-nya terus terngiang, membuat saya yakin bahwa memang benar saya telah jatuh cinta.


Saya tak ingat bagaimana prosesnya, tetapi, kemudian, seingat saya, kami berpacaran. Ia akan menyanyikan saya lagu-lagu, menyebut nama saya dengan kelembutan di antara teman-temannya, dan hal apapun yang membuat saya yakin dia juga mencintai saya sama besarnya.


Saya berusia 18 tahun saat anak laki-laki itu datang lagi dan menyatakan, "Kamu tidak cinta padaku. Kamu hanya cinta kepada caraku mencintaimu," sebelum membuang saya ke tempat saya yang sekarang. Nada suaranya masih terasa semanis marzipan, tetapi kalimatnya mengandung kepahitan.


Saya bisa saja meraung, menghamba, merasakan sakit hati saat ia melakukan itu, tetapi yang saya rasakan saat itu hanya seperti ditampar oleh sebuah kesadaran. Saya tidak pernah jatuh cinta kepadanya, saya hanya jatuh cinta pada sosok ideal yang mengapresiasi apapun yang saya punya, yang menyanyikan saya lagu-lagu cinta, yang memvalidasi bahwa saya berharga. Namun, ketika saya menemukan bahwa ia bukanlah sosok yang memenuhi ideal saya (seperti, katakanlah, ia tak bisa hidup tanpa kawan-kawannya, tak bisa hidup tanpa minumannya), saya berhenti mencintainya. Saya terus bersamanya hanya karena menghormatinya sebab ia telah dengan sudi mencintai saya selama beberapa tahun terakhir usia remaja saya.


Dia membuat saya sadar bahwa saya memang tak pernah jatuh cinta pada siapapun. Saya hanya jatuh cinta pada konsep ideal yang saya ciptakan dalam kepala saya. Saya mengais, mengorek-orek pada setiap orang yang saya temui, berharap ialah yang menjadi sosok yang saya cintai. Namun, seperti yang bisa ditebak, saya tidak pernah bisa menemukannya.


Rasanya bagaimana? Sial. Saya tak bisa mendeskripsikannya. Perasaan ini seperti warna abu-abu yang tak bisa kemana-mana. Saya tak bersedih, saya juga tak bahagia atasnya.


Meskipun, jauh di dalam, saya ingin sekali merasakan jatuh cinta pada seseorang tanpa harus berpikir seberapa besar ia memenuhi ideal saya. Saya ingin jatuh cinta dengan bodoh; merasakan derap langkah kuda menggempuri dada, menghayati kepakan kupu-kupu yang memenuhi lambung, tersipu malu saat mendengarkan namanya disebut. Kemudian saya akan membuat puisi atas dirinya, menyanyikan lagu-lagu konyol tentang cinta. Tak luput untuk saling membagi keluh-kesah, mengetahui dirinya, permasalahannya, rasa sakit yang pernah ia derita.


Saya ingin melihat ke mata seseorang dan kemudian merasakan perasaan melayang. Untuk merasakan rumah saat bersamanya; untuk hidup, untuk menghidupi.


Ah, sial, cinta begitu indah.



Sekali lagi, sayang sekali saya tak memilikinya.


🌼

Video Bagaimana Rasanya Tidak Pernah Jatuh Cinta?













Komentar

Postingan Populer