The Most Beautiful Moment In Life*
*The Most Beautiful Moment In Life* .
Zhafir Akalanka
Di saat aku kecil,
aku selalu mengira cinta adalah tentang bertekuk lutut memberikan cincin;
tentang makan malam yang mewah;
atau tentang rayuan kata-kata sampai pipinya perlahan menjadi merah.
Lalu, saat aku remaja, aku mengira cinta adalah tentang berkencan saat malam minggu tiba;
tentang menggunakan parfum berkelas, pakaian yang bagus, rambut yang tertata, agar kami terlihat pantas dan menjadi pasangan yang sempurna di mata manusia.
Tapi di usiaku kini, aku merasa cinta itu adalah tentang mendo'akannya lebih dulu dari diriku;
mengkhawatirkan keadaannya lebih dulu dari keadaanku; tentang kesejahteraan, kebaikan, kenyamanan, yang akan kupastikan ia telah mendapatkannya lebih dulu dari diriku;
Cinta adalah tentang ia yang bersikap pelit padaku;
tidak mau membagi makanannya padaku, namun diam-diam, ia telah membelikan makanan yang jauh lebih enak dan lebih baik untukku;
Cinta adalah tentang membenamkan wajahku di dalam air es saat ia membutuhkan teman bicara pada pukul tiga, ketika aku sedang sangat lelah-lelahnya karena rutinitasku;
Cinta adalah tentang perdebatan yang panjang, pertengkaran yang konyol hanya karena aku tak sengaja menyebut nama seseorang dari masa laluku;
Tentang ia yang tiba-tiba menjadi tidak bisa diajak bicara hanya karena seorang wanita asing berbicara berlebihan padaku;
Cinta adalah tentang memperbaiki letak lehernya apabila ia malah tertidur saat ia sudah berjanji akan menemaniku menyelesaikan pekerjaanku;
Cinta adalah tentang merangkulnya dengan mesra ketika ia sedang di titik terhancurnya; Tentang membuatnya cantik dan mempesona ketika ia merasa sedang jelek-jeleknya;
Tentang merespon leluconnya yang klasik, yang sama sekali tidak ada lucu-lucunya;
Atau tentang ia yang menyaksikan betapa sedang redupnya hidupku, namun ia tetap melihatku bersinar sebagai malaikatnya.
Maksudku, keromantisan cinta bagiku kini justru berasal dari kesediaan untuk menunggu; kesediaan untuk lelah; kesediaan untuk berkorban; kesediaan melihat dan mendengar; kesediaan untuk berjuang dan bersabar; kesediaan membangun dan merawat; kesediaan untuk bertahan dan menguatkan; kesediaan memberi dan menerima; kesediaan untuk rela namun menjaga; mendahulukan ikhlas dan ridha pada apa pun ketetapanNya, tapi tetap teguh bertanggung jawab pada komitmen memberikan yang terbaik untuknya.
Bagiku, cinta yang sesungguhnya betul-betul kontradiksi: Ia tidak terdapat dalam kesenangan sebuah situasi; Ia juga tidak terdapat pada kemewahan duniawi; Ia justru terletak pada ketidaksempurnaan;
ketidakbahagiaan; kesakitan; yang sanggup atau tidak kita nikmati.
Komentar
Posting Komentar