Tantangan Menjual Sisir Kepada Biksu di Biara

 Ada kisah menarik. Di sebuah sekolah pengusaha, tiga siswa diberikan bekal sisir untuk dijual. Mereka disuruh menjual sisir kepada para biksu di biara. Mereka bertiga kelabakan karena biksu kan berkepala botak, yang jelas saja tidak butuh disisir. Namun ketiganya optimis bisa menjualnya. Karena keinginan mereka yang begitu kuat untuk bisa jadi pengusaha.



Hari pertama, mereka berangkat ke biara diantar kepala sekolah. Masing-masing dibekali 10 sisir. Pagi hari diantar, pukul 4 sore dijemput. Pada hari pertama, lelaki kesatu tidak berhasil menjual satu pun. Wajahnya cemberut dan tampak pucat. la berkata, menjadi pengusaha sangatlah berat.

Lelaki kedua sedikit bercahaya wajahnya, meski senyumnya dibuat-buat. Ia berkata, pengusaha bisa sukses asal punya bakat. Lebih enak jadi pegawai, tinggal terima gaji tiap bulan, tidak harus berbuat ini-itu, tidak harus berpikir keras dan menanggung malu seperti menjual sisir di kalangan orang yang tidak butuh sisir.

Lelaki ketiga paling beda. Ia tersenyum lebar dan wajahnya semringah. Katanya, ia seharian menunggu kepala biara. Makanya tidak berjualan. Lalu 10 sisir yang dibawa olehnya hanya dilihat oleh para biksu. Kedua temannya heran mengapa lelaki itu gembira padahal sisirnya pun tidak laku. Kepala sekolah juga kebingungan. Namun ia tidak mau menjelaskan kenapa. Katanya, tunggu saja besok.

Esok harinya, seperti biasa kepala sekolah mengantar tiga siswa itu ke biara yang sama dan menjemput mereka pukul 4 sore. Selama seharian, tiga siswa itu dilepas untuk mempraktikkan ilmu yang didapat. Sore harinya ketika dijemput, terjadilah pembicaraan seperti tempo hari.

Sang kepala sekolah bertanya pada siswa pertama.

"Aku hanya bisa menjual satu sisir, kukira itu pun karena sang biksu kasihan padaku."

Siswa kedua menjawab, "Aku bisa menjual 10 sisir kepada wisatawan. Lebih banyak dari kemarin," terangnya dengan senyum puas.

Siswa ketiga lain lagi.

"Hari ini aku hanya bertemu dengan kepala biara. Dan sisirku masih utuh."

Kontan saja kepala sekolah dan siswa lainnya bertanya, "Kok bisa?"

"Dua hari ini aku berusaha merayu kepala biara untuk membeli sisir ini dalam jumlah banyak. Kemudian dijual oleh mereka sebagai cendera mata dari biara. Bukankah mereka bisa menuliskan kata-kata atau tanda tangan? Kepala biara memesan 1.000 sisir padaku. Dua hari lagi aku sanggupi kembali ke sana." 


Mendengar penjelasannya, tiga lelaki lainnya pun tersenyum bangga. Sang kepala sekolah memberikan apresiasi kepada siswa ketiga tadi. Saking bangganya, ia sampai menepuknepuk pundak sang siswa ketiga tadi sambil berkata.

"Masalah dalam kehidupan adalah kepastian. Cara menghadapi masalah tidaklah dengan alur lurus. Sesekali harus berani berdiri di luar jalur lurus. Berpikirlah keluar dari kotak, maka solusi akan ketemu."

Coba perhatikan. Siswa pertama berpikir dengan cara umum. Berjualan ya menawarkan dagangan kepada orang. Sedangkan cara siswa kedua cukup lumayan, menawarkan dagangan kepada wisatawan. Namun, cara ketiga lebih jitu. Menembak tepat di jantungnya. Menawarkan sisir dalam jumlah banyak, mungkin dengan memberikan sedikit diskon. Memang berisiko tinggi, namun jika berhasil akan mendapatkan keuntungan yang tinggi pula.

Begitulah kira-kira gambaran manusia yang pintar menghadapi masalah. Ia tidak akan pernah menyerah dengan keadaan. Bahkan, ia akan selalu menantang keadaan yang ruwet. Dan yang paling penting lagi dia tidak pernah berjalan dalam kerangka. Selalu berusaha berpikir out of the box. Orang itu akan berpikir subsidi hanya membuat manja, dan tidak tahu diri.

Tanpa disadari, firman Allah tentang karakter dunia semakin dilupakan. Orang menjadi mudah lupa diri. Hanya mengharap kemudahan tanpa menyadari arti dari kehadirannya di atas muka bumi ini.

Komentar

Postingan Populer